Hari #7 GUILIN
9 pagi kereta Lijiang tiba di Kunming.
Aku ambil barang-barang dari kabin di atas ranjang yang tingginya 2meter diatas
kepalaku. Dengan berhati-hati pegang semua barang, kami menuju keluar stasiun.
Dalam perjalanan banyak calo bis yang menawarkan bis 30RMB/orang langsung ke
bandara. Kami terus jalan ke depan stasiun. Untungnya kami cari tahu dulu di
depan stasiun dan tidak gegabah membeli tiket dari pada calo bis tersebut. Ada counter khusus bis yang bisa mengantar
langsung ke bandara. Harganya 13RMB/orang. Hari ini kami harus tiba di bandara
jam 12 siang paling lambat (kenyataannya jam 12.30 baru sampai), penerbangan ke
Guilin pukul 2 siang.
Waktu sudah agak mepet, dan harus
buru-buru. Kami sampai bandara Kunming jam setengah 12. Bersamaan dengan kami turunlah serombongan tur dari Malaysia. Alamak
mereka ramai sekali! Kami mengantri di tengah-tengah mereka. Dengan keribetan dan sedikit trik untuk lebih
cepat menuju pesawat, akhirnya kami terbang juga ke Guilin. Penerbangan Kunming
– Guilin menempuh kira-kira 2jam perjalanan. Kami naik
Ruili Airlines dengan harga yang baru dibeli 3 hari lalu itu (dengan kata lain:
dadakan) seharga 750RMB/orang.
Sampai bandara guilin jam 4 sore. Naik
taxi ke hotel sekitar sejam dengan tarif 200RMB. Kena tipu? Sepertinya Ya,
karena waktu balik lagi dari hotel ke bandara (waktu kita mau pulang balik
Jakarta, hanya kena 100RMB lebih. Menurutku kota ini lucu. Kanan kiri
jalan terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit tinggi. Bukit dan gunung-gunung karst kecil yang
tajam dan menjulang tinggi seperti tiang-tiang batu yang sengaja di pajang
disepanjang kota. Pegunungan Karst (mineral sejenis kapur, bahan pembentuk gunung
di Guilin).
Kami check in di hotel Jinlong, 15
menit dari pusat kota, dekat qixingyuan. Kami beres-beres sebentar untuk
jalan-jalan ke pusat kotanya. Kami menikmati ikan bir yang kata orang mesti
dicoba. Guilin terkenal dengan makanan ikan bir. Kami lihat restoran yang cukup
ramai, masuk dan makan malam.
Kami belum
cari tour agent untuk pergi ke Yangshuo besok hari nya. Kami jalan dekat daerah
situ dan mencari CCT. Tapi tidak ketemu. Ya sudah kami pakai insting tour agent
mana yang beruntung mendapatkan uang kami. Akhirnya kami mengambil salahsatu
tur disana namanya Friendship Guilin dengan harga 450RMB/orang (sudah ditawar),
kita bisa pergi jalan-jalan ke tempat favorit wisatanya Guilin, yang
salahsatunya Yangshuo river, serta nonton pertunjukkan di sungai yangshuo karya
Zhang Yi Mao.
Setelah itu kami jalan lagi
lihat-lihat kotanya. Di tengah-tengah kota ada taman besar dengan danau,
namanya Elephant trunk hill. Didalamnya ada bukit yang
berbentuk gajah. Di guilin ini banyak batu-batu gunung…jadi kalau bentuknya
aneh-aneh, hanya orang-orang yang punya imajinasi tinggi yang bisa mengartikan
bukit demi bukit itu bentuknya apa. Kami tadinya mencoba masuk, tapi
dicegat petugasnya karena harus bayar. Yah daripada bayar mending
ngintip-ngintip lihat dari atas ada apa sih dibawahnya. Pemandangannya pasti
bagus kalau dilihat pagi atau siang saat mata tidak tertutup kegelapan malam. Kami
tidak sempat kesana lagi, karena waktunya terlalu mepet. Aku membayangkan
kesana lagi dengan pasanganku kelak deh, tempatnya romantis. Di depan taman itu
ada banyak pengamen yang bernyanyi. Pengamennya terlihat bersih. Suaranya
bagus. Jadi kita lihat pengamen seperti lihat artis menyanyi live di depan
taman tersebut. Banyak orang di depannya melihat. Apa kami salah lihat ya,
mungkin itu bukan pengamen, tapi orang-orang yang ingin menyalurkan bakatnya saja,
trus teman-temannya mendukung dengan menonton sambil bersorak memeriahkan
suasana malam.
Malam ini udaranya tidak terlalu dingin. Kami jalan kaki
menelusuri kota ini. Seperti biasa aku kebelet pipis. Dengan agak merepotkan
orang lain, teman-teman berusaha membantu mencarikan tempat entah apapun itu,
hotel, restoran…tidak ada tempat yang bisa kumasuki. Tak lama ada sebuah hotel
dekat situ. Hotelnya agak kecil, aku tidak berani masuk. Mau ke toilet di China
ini agak mengkhawatirkan. Takut dimarahi. :D
Ada lah sebuah
hotel namanya ZongShan (hotel bintang 3), aku memberanikan diri masuk kesitu.
Mulanya agak ragu. Takut. Namun aku mencoba memberanikan diri untuk masuk. Tak
dapat menahan diri ingin buang air kecil. Aku masuk dengan pede, buru-buru
mencari tulisan toilet. Yes, akhirnya
ketemu juga ada toilet wanita. Aku senang banget. Gampang banget ditelusuri
pikirku. Bisa buang air besar dengan nyaman nih. Sekelas hotel gak mungkin
kotor lah ya…Mendekat ke
pintu toilet wanita, tangan kanan meraih gagang pintu. Krek ! Krek! Pintunya tidak bisa
dibuka…yaaah dikunci… ow oww....mungkin ada pelayan hotelnya diam-diam tertawa
terpingkal-pingkal dan bilang, Syukurin! Huh hotelnya jahat banget yaa…mungkin
turis –turis sini sering sering numpang ke toiletnya. Uda gitukan
orang lokalnya kadang suka jorok kalau menggunakan toilet. Ya sudah lah ya….
Tetap positive thinking dan mencari
tempat lain saja.
Aku masih
berusaha cari tempat lain untuk buang air kecil. Teman-temanku sudah berkeluh
kesah pastinya. “Ah…nyusahin banget nih…jangan pipis dulu napa kalau lagi di
jalan. Apalagi di China, mau pipis itu kan agak susah.” Memang. Aku suka buang
air kecil di natural toilet kalau di China. Tapi suasana ramai seperti ini
tidak ada natural toilet, yang ada taman. Tepat di sebelahnya ada hotel yang lebih besar, hotel Vienna.
Banyak orang bule
di dalamnya. Temanku Fei menyarankanku ke toilet di dalam hotel itu saja. Kalau
ada tamu bulenya, biasanya ini lebih welcome
dan tidak akan ada yang lihat aku ke toilet. Seperti hotel-hotel besar di
Jakarta pada umumnya lah. Tapi jangan salah hotel ini tidak sebesar hotel bintang 4 kalau di Jakarta. Ini sekelas hotel bintang
3 Jakarta, tapi hotel ini bintang 4. Yah beda
tipislah ya 3 dan 4. Aku
melihat-lihat situasi,
menyebrang dan dengan keberanian tingkat tinggi menuju hotel
Vieena. Ada satpam depan
hotelnya. Aku takut kalau satpam nya menegur atau bertanya aku kedalam mau
ngapain dan lain sebagainya. Aku menunggu satpamnya pergi dari pintu lobi dulu. Hingga tiba
saatnya, aku pura-pura masuk
seolah-olah tamu
hotel. eh belum sempat melangkahkan kaki masuk lobi si satpam balik badan, aku
pun balik badan menjauh dari pintu. Tidak mau masuk dulu. 2 temanku, Fei dan
Linda pastinya hanya geleng-geleng kepala. Tak lama satpamnya tidak melihat ke arah pintu, aku
buru-buru masuk lobi, dengan cepat mencari tulisan toilet. Buka pintunya dan
berhasil! Ya ampun senang banget. Toiletnya bersih, dan dengan cepat aku
menyelesaikan semua urusan. Selesai. Aku keluar dengan pedenya, seolah –olah tidak
terjadi apa-apa. Nggak tahu juga ya kalau – kalau si satpam melihatku masuk. ….
Setelah lega,
teman-temanku pun lega, mungkin pikirnya ini anak satu udah nggak rewel
menyusahkan lagi. Kami jalan lagi dan menuju pagoda moon and sun. kami masuk tidak bayar. Kalau pagi sudah
dibuka tiket counternya. Untungnya kami masuk dengan gratis dan bisa foto-foto
di pagoda kembar itu, yang satu berwarna silver, yang satu lagi berwarna gold. Suasana
malam dengan pemandangan seperti itu sungguh romantis.
|
Suasana malam pagoda moon and sun Photo by Linda Octaviani |