Tuesday, 17 May 2016

Kehidupan di Hongtudi, Dongchuan, Yunnan

Duduk di bis beberapa jam sambil lihat kanan kiri rumah-rumah penduduk. Ini sudah masuk perkampungan. Logat bahasanya pun sudah tidak bisa dimengerti. Aku bertanya-tanya ini mau turun di mana ya tempatnya, sampai suatu tempat kanan kiri adalah pemandangan sawah berwarna merah dan warna-warna lainnya. Tak lama bis berhenti. Supir berdiri sembari turun memberitahu kalau Dongchuan yang dimaksud bisa turun disini. Supirnya baik dan bertanggungjawab. Sempat-sempatnya dia turun dari bis, mengambil tas kami di bagasi, dan  mengenalkan kami ke  seorang wanita pemilik hotel. Setelah selesai memberitahu dan mengenalkan, dia lanjut pergi lagi.

Wanita tersebut menyambut kami dengan hangat. Dia mempersilahkan kami masuk ke lobi dan mulai berbicara tentang Hongtudi dari A sampai Z. Ada beberapa titik yang menjadi tempat best view untuk melihat pemandangan indah ini. Rata-rata orang menikmati tempat ini dengan menginap dulu, karena tidak ada bis lagi malamnya. Pemandangan terbaik baru bisa dinikmati diatas jam 3 sore ketika matahari bersinar sampai dengan sore menjelang matahari tenggelam.

Rencananya kami hanya mau menikmati tempat ini sehari saja, tapi karena tidak memungkinkan kami memutuskan untuk menginap di hotel ini. Pemilik hotel menawarkan makan siang di restorannya. Kelihatannya dia orang yang jujur dan tulus, kami mempercayainya. Lagipula hotelnya permalam tidak mahal, yaitu sekitar 50RMB, yang biasanya kena 60RMB. Kami memilih sayur-sayuran di restorannya. Jadi caranya pilih sayurnya apa, lalu mau dimasak kayak gimana. Si Ibu pemilik restoran ini yang memasak semuanya. Hari ini dia mengerjakan semuanya sendiri. Luar biasa. Dari mulai menjamu tamu, menyiapkan makan siang, mengatur orang untuk mengatur kami jalan lihat-lihat naik mobil, sampai dengan menyiapkan kamar, beres-beres, bersih-bersih. Katanya 3 orang lainnya sedang libur pas hari itu.

Aku melihat pemilik restoran ini sangat rajin dan pekerja keras.  Hawa dingin bukan jadi masalah. Mungkin karena hawanya dingin kali ya, orang-orang ini mau gak mau bekerja lebih rajin, kalau diam saja tidak bergerak kan makin dingin. Aku melihat di lobinya ada kerajinan kristik dengan pola gambar yang besar ukurannya. Mungkin disela-sela waktu kosongnya, Ibu ini melakukan kegiatan menjahit kristik.

Kehidupan di Dongchuan sangat sederhana. Sambil menunggu makan siang yang sedang dimasak, aku dan teman-teman jalan-jalan.  Melihat-lihat pemandangan disana sungguh indah. Sepi. Penduduk local rata-rata bekerja sebagai petani, peternak dan sisanya dipakai untuk menambah penghasilan lewat pariwisata.

Mereka sangat pintar memanfaatkan tempatnya sebagai tujuan pariwisata. Semua bisa dijadikan uang. Ada supir dan mobil bisa untuk antar tamu jalan-jalan lihat-lihat sambil foto-foto. Waktu kami pergi ke suatu titik disana, ada tempat yang masih dibangun. Nantinya kalau turis mau masuk harus bayar.  Untuk melindungi tanah pertanian mereka, ada peringatan “kalau diinjak kena biaya sekian yuan.” Bahkan ada seorang kakek tua yang hanya duduk dengan anjingnya. Kalau mau foto dengannya harus bayar sekitar 20RMB. Kata Pak Zhang, pemandu kami, kakek itu dulunya artis.

Jadi kalau mau foto-foto harus lihat-lihat dulu ada papan peringatan gak….jangan sampai udah foto-foto malah harus bayar.

Setelah dibawa jalan pakai mobil oleh Pak Zhang, kami bisa lihat banyak hal:

  • Kehidupan beberapa Ibu penjual kentang dan telur panggang di pinggir jalan. Makan kentangnya bisa pakai sambal. Ada beberapa pilihan sambal yang bisa dicocolkan ke kentang atau telur. Peringatan: kalau kentangnya gak matang, yang terjadi adalah kentut-kentut.
  • Peternak madu.  Madunya warna putih, berasal dari bunga gunung. Rasanya enak dan dijual per botol 1 liter harganya 80RMB. Temanku Linda dari Sukorejo sempat tersengat lebah di pinggang bagian belakang. Kata pemilik ternak lebah ini, itu biasa saja, dulu ada yang pernah tersengat di kepala dan bengkak- bengkak. Obat nya yah pakai madu saja dioleskan dibagian tersengat.

Tak banyak yang bisa aku lakukan disini setelah jalan-jalan dan selesai menikmati sunset yang mataharinya gak jelas tenggelamnya dari mana. Karena kami tidak mendapat pemandangan itu akhirnya.  Ditambah pula gak bawa baju hangat, baju pengganti, dan peralatan lainnya (karena gak ada rencana nginep disini). Jadi kami hanya bisa menikmati sunset dan menunggu sunrise esok hari nya, sambil melihat apa yang penduduk lokal kerjakan. Angin disini kencang dan dingin. Untungnya ranjang hotel ada matras penghangat yang ditempatkan diatas ranjang.

Hotelnya - Hong cheng ke zhan
Keledai atau kuda ?
Pak Zhang gendong anaknya
kentang dan telur panggang
Documentation by Fei
Documentation by Fei
Documentation by Fei
Makan malam di restoran yang sama - Documentation by Fei



































No comments:

Post a Comment